Menurut Kamus Istilah Sastra
(Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat
oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Putu
Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan
secara implisit, samar dengan makna yang tersirat di mana kata-katanya
condong pada makna konotatif.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
William Wordsworth (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah
peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya,
memperoleh asalnya dari emosi atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam
kedamaian.
Percy Byssche Shelly (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah
rekaman dari saat-saat yang paling baik dan paling senang dari
pikiran-pikiran yang paling senang.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi
yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam
bahasa emosional dan berirama.
Lescelles Abercrombie (Sitomurang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi
adalah ekspresi dari pengalaman imajinatif, yang hanya bernilai serta
berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang
diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap rencana yang matang
serta bermanfaat.
Unsur-Unsur Pembentuk Puisi
Ada beberapa pendapat tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Salah
satunya adalah pendapat I.A. Richard. Dia membedakan dua hal penting
yang membangun sebuah puisi yaitu hakikat puisi (the nature of poetry),
dan metode puisi (the method of poetry).
Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu
Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan
oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh
pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca
harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
Feling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan
dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam
menghadapi suatu persoalan.
Tone (nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat
karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah
hati, angkuh, persuatif, sugestif.
Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut.
Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang
pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini
bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan
yang dianut penyair
Metode Puisi
Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana yang disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari
Diction (diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh
penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata
baik kata yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata
yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang
dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan
imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara lain
citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pencecapan
Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan
Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan
The concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat
secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang
berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slametmulyana
menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah
dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
Figurative language (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan
menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan,
pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal
dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti
bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding.
Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan
atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya
dalam kalimat berturut-turut.
Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di
mana benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
Rhythm dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya
ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua,
metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.
Ritme, yaitu irama yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur.
Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan
terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas
dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata.
Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
dinamik, yaitu tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan
bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan
serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada
pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan.
Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan menjadi
rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan
rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang
dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran
maksud.
Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir
larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga
(ab-ba)
Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir
larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat
(ab-ab).
Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini
mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan
struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut
adalah
- Lapis bunyi (sound stratum)
- Lapis arti (units of meaning)
- Lapis obyek yang dikemukakan atau “dunia ciptaan”
- Lapis implisit
- Lapis metafisika (metaphysical qualities)